#9th Day - Twitter

Apartemen - 03.28 pagi

Kenapa pagi hari harus datang selambat ini. Kenapa bunyi detik jam itu terasa membunuh sekali. Kenapa langit gelap itu tak kunjung terang hingga aku bisa segera menyeduh kopi dan beranjak pergi. Kenapa aku jadi gila begini.

Aku tidak ingat kapan tepatnya tertidur, tapi cercahan cahaya matahari yang menimpa pipi dan sundulan kepala Moca yang keji membuatku terbangun. Menatap ke arah jendela yang masih setengah tertutup, aku teringat lagi. Hal membahagiakan itu. Hal luar biasa itu. Jantung yang detaknya sempat reda mendadak berpacu lagi.

"Mo, ini tanggal 17 Februari."

"Aku tahu. Tetangga kita tahu. Nenek-nenek di luar juga tahu. Seluruh dunia tahu."

"Nggak, Mo. Ini berbeda. Hari ini Adrian pulang dari New York."

"Lalu kenapa?"

"Ini pertama kalinya kami akan bertemu sebagai sepasang kekasih. Kau dengar?"

Hening sejenak. Moca menoleh dengan anarkis. "KALIAN AKHIRNYA PACARAN?!"

"Yap. Dan nenek-nenek di luar bahkan sudah tahu."

Sendiri

"Sayang, lihat!"

Kamu menunjuk girang bulatan matahari yang mulai terik di atas kepala. Sinarnya membuat kulit putihmu kemerahan. Kamu mengeluh sembari menyeka peluh, tapi bibirmu tetap tersenyum penuh. Katamu, alangkah sayangnya kalau bahkan cahaya matahari saja harus dihindari.

"Aku bawa ini,"

Kamu mengeluarkan kotak bekal. Tanpa mengeluarkan kotak bekal untukku, kamu mulai makan sendiri. Dengan mulut penuh, kuikuti gerak mulutmu yang terus bicara sembari mengunyah. Ada nasi di ujung bibir mungil itu. Aku ingin memungutnya dengan bibirku. Ah, khayal busukku.

"Hari ini indah, ya!"

Kamu tertawa. Dengan satu sentakan kecil, kamu mengubah posisi duduk. Aku tidak tahu kenapa. Yang jelas, kamu jadi sangat dekat denganku. Kita berjarak kurang dari sejengkal dan nasi putih yang kamu makan masih menempel di sudut bibir itu.

"Sayang, kamu ada di sini, kan?"

Kamu menyapu sekeliling dengan perlahan dengan mata bulatmu. Mata nanar yang bergetar. Aku melihatmu menelan ludah susah payah, menyaksikan dalam diam kamu yang mulai terisak. Bukan hanya mata, kini bahu dan seluruh badanmu ikut bergetar.

Dan... apa dayaku. Aku terdiam, membatu dalam semua berontakku. Dada kosongku seperti lidah yang kelu, perih berbalut rindu. Jangankan nasi di sudut bibir itu, sekedar menenangkan tangis pilumu, aku tak mampu. Tak akan mampu.

"Hei Sayang, aku pulang, ya,"

Kamu beranjak dari tempat dudukmu. Sembari membereskan kotak bekal, kamu menyeka air mata yang dengan keji terus turun tanpa ampun. Sesaat sebelum kamu melangkah pergi, entah bagaimana, kamu menatap aku.

Menatap ke dalam mataku. Menatap aku yang tergugu. Sangat lama.

"Aku mencintaimu,"

Kamu terus menatapku. Saat tatapan itu meredup, aku berdoa pada Tuhan agar udara yang kering menyampaikan bisik itu di telingamu.

"Aku mencintamu,"

Kamu tersenyum kemudian. Aku tersenyum kelu. Kamu berjalan menjauh, melangkah mantap seperti kemarin-kemarin kamu melakukannya saat berjalan di sampingku.

Tinggal aku disini. Sendiri. Menatap hampa pada nisanku.

Penjaga Hati Malaikat

Hei, Penjaga Hati

Tidakkah kamu lelah selalu berdiri menanti?
Saat pilihan mencekik nyali dan cinta tak berbalas meremuk hati. Saat tulang-tulangmu merapuh letih menanggung sayang yang bahkan secuil pun tak terbalas. Saat langkah yang gagah dan mantap itu melambat, dari cepat ke terseok pasrah.

Tidakkah kamu ingin berhenti?
Saat kepak-kepak sayapmu bahkan tak lagi bisa sekedar mengangkat alih-alih menerbangkanmu. Saat satu dua debu yang menyembur jadi ancaman untukmu. Saat segala keyakinan luruh tersia-sia bagai tak pernah ada.

Tidakkah kamu ingin tahu?
Bahwa mungkin dia bukan malaikat yang tepat untuk membagi sayapnya denganmu. Bahwa mungkin dia bukan malaikat yang akan selalu ada untuk menjaga kepak sayapmu. Bahwa mungkin dia tak rela mematahkan sayapnya demimu.

Atau mungkin,
dia bahkan bukan malaikatmu.
Gila
lagi-lagi kau omong besar soal harga diri
sementara yang kaulakukan seperti mempermalukan diri

Jangan keras kepala
aku, kamu, kita, mereka, semua manusia

Jangan melulu mengeluhkan sakit hati
kau pikir di semesta raya ini hanya kau yang punya hati
sekeras-kerasnya kau berteriak, setidaknya lakukan dalam hati

Dan lagi
bukankah semua yang diobral sejatinya memang bernilai murah?

Happy Birthday, Twins!

Ha! Akhirnya dua cowok ini 19 tahun juga!

Yah, berhubung jarak aku dan Husen-Hasan sekitar 1,5 tahun, jadi ada waktu waktu tertentu saat umur kami terbentang 2 tahun dan 1 tahun. Misalnya, sebelum mereka ulang tahun tanggal 19 Maret ini, umurku 20 tahun sementara mereka 18 tahun. Tapi setelah mereka ulang tahun, mereka jadi 19 tahun dan aku masih 20 tahun. 

Bahagia sekali rasanya kalau hitungan umur aku dan dua adikku itu jadi rapat setahun. Well, aku benci kalau harus terdengar tua.

Hahaha. Omong-omong, ulang tahun mereka kali ini aku sama sekali nggak mengucapkan apapun ke mereka lewat telpon. Berhubung mereka sedang berada di tempat yang nggak bisa seenaknya dihubungi, lagi-lagi aku hanya membumbung doa.


Selamat ulang tahun, 
Muhammad Said Husen dan Muhammad Said Hasan!

Doa panjang sudah diucapkan dalam hati, doa pendek sudah diucapkan setiap hari. 

Sukses, Dek!




Surat Cinta-Gila

Surat yang baru saja diposting itu butuh klarifikasi demi membersihkan nama baik, kalau-kalau terjadi salah tanggap. Jadi, surat ini bentuk kegilaan jaman SMA. Aku juga bingung harus menjelaskan dengan cara apa, tapi mungkin nama-nama di surat itu bisa kuperjelas.

Neng Asih, si pengirim surat cinta-gila itu si Oma (@_blcklf)
Mas Amet, si penerima malang itu Rabi Valeran Alfandy
Mbak Syarifah, pacar baru Mas Amet itu aku

Singkat cerita, Oma ini teman asrama jaman SMA yang gila. Dan kreatif. Saking kreatifnya, dia membuatkan surat itu. Semacam kenang-kenangan yang-tadinya-nggak penting, tapi nyatanya jadi mesin waktu. Terima kasih, Oma.

Dan aku, berjuang menahan mata kedutan karena harus mengetik ulang surat-yang sudah ada di dompet selama empat tahun-itu di kamar gelap sambil terkikik. Dan surat itu nyaris tanpa diedit dari yang asli. Akhirnya selesai juga.

Dari Neng Asih, Buat Kang Mas Slamet

Kedai kue serabi, malem 17 November 2007
Buat Kang-Masku-yang-masih-kucintai-meski-aku-udah-di-lamar-orang-tapi-jangan-kasih-tahu siapa-siapa-ya?!, Kang Mas Slamet Widjanarko Surya Shikamaru.


Assalamualaikum Mas Amet! Muahhh...! *tanda bibir*
Mas Amet, apa kabar? Neng Asih selalu doain Mas Amet baik-baik terus, nggak pernah sakit, en tetep cakep seperti Mas Amet dulu... Amin. Mas Amet pasti masih inget dan rindu ama Neng, kan? Neng tau kok. Ikatan batin kita kan kuat, Mas Ametku sayang...

Inget nggak waktu dulu bisul di pantat kiri Mas Amet pecah mendadak waktu Mas lagi tes SPMB? Ternyata Neng jatuh dari motor. Oh... kita dulu pasangan serasi banget ya Mas... Gara-gara bisul pecah, Mas Amet jadi nggak lulus SPMB... Mau nemenin Neng ya Mas?! Aduh, kamu tuh baek banget... Mai prins carmink.

Mas Amet, Neng denger Mas ganti nama ya? Jadi "Rabi"? Neng tau Mas sayang banget sama Neng, sampe nama kue dagangan Neng dijadiin nama... Waktu Mas nggak jadi sopir lagi, Neng stres banget. Neng jadi jarang banget ketemu Mas. Neng rindu ama Mas Amet, dari wajah gantengmu, bulu ketek pirangmu, koreng bekas bisul di pantatmu, lecet bekas dipatok bebek di betismu (inget kan ama bebek Haji Imron yang matok betis Kang Mas? Yang waktu itu kita sembelih berdua terus kita goreng. Abis itu Abang nyaris digebukin orang sekomplek, tapi nggak jadi karena mereka luluh dengan kemuliaan hati Neng Asih...)

Mas, aku masih nyimpen kaos basket warna coklat yang belakangnya robek itu... Aku jadi inget waktu kamu nyuci mobil. Kamu seksi banget, gitu lho Mas. Gimana? Kaos kaki polkadot aku masih kamu simpen kan, Mas? Jaga Mas, itu benda kenangan dari Neng, seperti Neng jaga kaos basket Mas yang meskipun udah bau tapi Neng masih suka cipok-cipok kalo subuh buta...

Mas Amet, mungkin Mas marah ama Neng gara-gara Neng dilamar. Tapi Mas, masih gantengan kamu dari calon mantenku itu Mas. Namanya Christian Sugiono Adrenalin. Orangnya tinggi, putih, keren, tapi sayang kermian. Trus punggungnya panuan. Suraj (panggilannya Suraj, Mas) ngaku cinta ama Neng Asih sampe mati. Dia rela terjun dari puncak Monas demi Neng. Makanya Neng luluh... Tapi cintaku sepenuhnya hanya padamu, Mas Amet. Meskipun dikau ngambeg... sampe punya pacar baru... Tapi Neng belum nikah sama Suraj kok, Mas.

Ohya, denger-denger pacar baru Mas namanya Syarifah, ya? Salam buat Mbak Syarifah ya, Mas. Semoga dia lebih cantik dari Neng, meskipun Neng tau, Neng-lah perempuan tercantik hati Abang setelah Luna Maya, Mariana Renata, Chelsea Olivia, dan mantan majikan Mas dulu. Mas Amet, tujuan Neng ngirim surat ini bukan untuk nganggu hubungan Mas dan Mbak Syarifah. Meskipun Neng masih cinta mati ama Mas Amet (dan Neng tahu Mas Amet juga masih sangat mencintai Neng) tapi Neng sekarang udah (ampir) jadi punya Suraj. Jadi, Neng pengen Mas tetep inget ama Neng sampe Mas dan Mbak Syarifah jadi engkong-engkong dan encing-encing. Misalnya, nama anak Mas nanti dikasih nama "Neng Asih" aja... Gitu lo Mas. Aku tau kamu pasti mau. TERIMA KASIH Mas! Aku padamu!!

Untuk Mbak Syarifah, tolong jaga Mas Amet. Jangan sakit hati ya Mbak kalo Mas Amet kurang bisa terus terang tentang besarnya cinta Mas Amet pada Neng. Jangan lupa Mas Ametnya dikasih makan dan divaksin. Oke Mbak Ifah? INGAT! JANGAN SAKITI MAS AMET-KU TERCINTA! Saya percaya Mbak Ifah bisa ngasuh dia dengan baik.

Makasih sesudah dan sebelumnya....
Wassalamualaikum....

                                                                         *tanda tangan*
Neng Asih Sarinem
Saputri,, Jakarta