Surat Cinta untuk Bosse Tercinta

Teruntuk Bosse, 

Ah, kamu. Baru menulis kalimat pembuka saja pipiku sudah bersemu. Kenapa masih bertanya, padahal satu-satunya alasan rona merah jambu hanya kamu? Dan bersama dengan surat ini, aku menitipkan cinta dan harapan yang besar. Terlalu muluk memintamu mengabulkannya, jadi aku hanya ingin kamu membaca dan memahami bahwa di tiap titik yang mengakhiri kalimat ini, aku tertawa penuh harap bahagia. 

Duhai @PosCinta, sudah dua kali aku mengikutsertakan surat cinta di #30HariMenulisSuratCinta. Satu surat rindu untuk dua sahabat masa kecilku, satu surat terima kasih untuk salah satu teman terdekatku. Kalau mereka saja bisa terharu kemudian menangis membaca sayangku yang dirajut huruf, kenapa tak kau izinkan aku menulis surat untukmu juga? Aku tidak semahir itu menulis, tapi aku yakin mahir dalam mengungkapkan sayang dalam bentuk tulisan. Untukmu. Bersama, kita akan menyatukan lebih banyak hati dan melebur dalam cinta. Membawa mereka berdansa bersama.

Rasanya tidak perlu banyak berkata-kata. Cintaku terlalu panjang untuk dibeberkan begitu saja. Kalau kamu bersedia, jadikan aku Tukang Pos-mu dan akan kutunjukkan isi dunia.

"Kamu itu simpul mati dalam ikatan. Titik akhir sebuah harapan."

Ayo memejam, aku menerbangkan doa untukmu dari kamar kost yang temaram.


Bandung, 27 Agustus 2012
Pengagummu, @IndahArifallah

Wawancara Adrian & Riifa

Pertanyaan 1: Sudah berapa lama kalian menjadi sepasang kekasih?
Riifa: 3 tahun 4 bulan.
Adrian: 3 tahunan, sepertinya.

Pertanyaan 2: Siapa yang menyatakan cinta terlebih dulu?
Riifa: Adrian. Setelah membuat cemas setengah mati, tentunya.
Adrian: Apa aku sungguh harus menjawab pertanyaan itu?

Pertanyaan 3: Apa ini cinta pada pandangan pertama?
Riifa: Kurasa. Tapi lebih tepat kalau disebut cinta kebetulan.
Adrian: Rasanya tidak. Tapi, mungkin juga.

Pertanyaan 4: Apa yang kau suka dari pasanganmu?
Riifa: Semua.
Adrian: ... semua.

Pertanyaan 5: Berencana menikah?
Riifa: Jangan tanya.
Adrian: Bukan urusanmu.

Pertanyaan untuk Riifa: Kenapa kau bisa tahan menghadapi kesibukan Adrian?
Riifa: Konsekuensi memacari robot.
Adrian: .....

Pertanyaan untuk Riifa: Apa yang kau benci dari Adrian?
Riifa: Banyak. Memangnya nggak kelihatan?
Adrian: Bisa kau hentikan pertanyaan semacam itu?

Pertanyaan untuk Adrian: Kenapa kau memilih Riifa?
Adrian: Bukan urusanmu. Sungguh, itu bukan urusanmu.
Riifa: Demi Tuhan, Dri.

Pertanyaan untuk Adrian: Kapan kau akan melamar Riifa?
Adrian: Pertemukan aku dengan bosmu!
Riifa: Aku bos dia, Dri.
Adrian: Apa? Oh, iya. Kalian satu kantor.
Riifa: ....

Pertanyaan untuk Riifa: Apa Adrian pria idamanmu?
Riifa: Hampir.
Adrian: Hah?

Pertanyaan untuk Adrian: Apa Riifa wanita idamanmu?
Adrian: Idaman itu bualan. Sebagai seorang wanita, dia luar biasa.
Riifa: Aku boleh menangis, nggak?

Pertanyaan terakhir: Apa arti pasangan kalian?
Riifa: Dia simpul mati yang menutup ikatan.
Adrian: Dia ibu untuk anak-anakku di masa depan.

---

Selamat Hari Lahir, Ibuk!

Hahaha. Halo, Ibuk.

Harus dimulai darimana surat ucapan ini kalau bukan tawa karena beberapa menit yang lalu kita masih menertawakan hal nggak penting. Satu hal yang masih jadi hobi bersama, cekikikan pada hal-hal tolol yang hanya dimengerti berdua. Dan saat surat ini diketik dalam remang kamar, Ibuk sedang mendengarkan radio dari ponsel. Aku sedang ditenggelamkan laptop dan playlist yang menggelegar di telinga. Mana Ibuk tahu aku sedang menulis surat ini. 

Akhirnya 10 Agustus! Omong-omong, sudah 42 tahun ya. Aku nggak akan menanyakan apa rasanya sudah berumur 42 tahun sejauh ini seperti yang kutanyakan pada Ayah. Ibuk pintar berfilosofi tapi malas basa-basi. Aku tak akan menemukan jawaban pasti, itu sudah pasti. Satu yang kutahu, satu persatu cita-citamu sudah terpenuhi. Nafas dan langkahmu mulai melega, makin ringan terasa. Aku tahu. Bahagia rasanya. Jadi sulung dari empat bersaudara membuat otak berpikir lebih keras, yang mungkin tidak memberi pengaruh, tapi cukup membuatku tahu bahwa-seperti yang kukatakan pada Ayah-bahwa hidup memang keras. Ragu-ragu melangkah maka kau akan terlindas.

Banyak sekali pelajaran selama ini. Suara Ibuk yang rendah dan halus, yang terkenal seantero teman-teman, tak bosan-bosan memberi nasihat. Entah bagaimana caranya, Ibuk yang kemayu dan lemah lembut bisa punya anak perempuan yang serampangan dan keras kepala. Sifat-sifat khas wanita yang mestinya diturunkan ke satu-satunya anak perempuan, malah seperti menguap begitu saja. Entah kemana. Tinggal aku si sulung yang minim naluri keibuan berdiri dengan kepala sekeras batu kuarsa. Tapi hei, aku dapat satu ciri khasmu, Buk. Aku anak rumahan. Mungkin karena terlahir sebagai introvert alami, aku jadi betah di rumah dan cinta kamar. Sangat cinta kamar sampai saat stres bukannya jalan-jalan, aku lebih senang berdiam diri di kamarku sendiri, dengan segala tetek bengeknya sampai keadaan membaik. Di masa-masa tersulitpun, aku ingat hanya ada Ibuk dan kamar. Ibuk yang menghibur dan aku yang nggak beranjak dari kamar. Ah, aku sudah melewatinya. Aku sudah hidup. Lagi. Karna Ibuk, kan?

Sebagai satu-satunya wanita di rumah, hanya Ibuk yang kupunya untuk berbagi cerita. Banyak prinsip yang kuamini dalam hati, banyak yang sudah terbukti. Salah satu yang paling kusuka: pada akhirnya kita hanya akan bergantung pada diri sendiri. Kalau bisa kuteriakkan ke langit, maka kalimat itu akan kumuntahkan selega-leganya suara. Ibuk benar. Tidak ada yang benar-benar akan menopang selain Tuhan dan diri sendiri. Pada akhirnya, teman terbaik adalah diri sendiri. Pada akhirnya, musuh terbaik adalah diri sendiri. Hanya ada aku dan diri sendiri. Aku tahu. Sudah kuyakini dalam hati sejak bertahun-tahun yang lalu. Dan aku tahu itu benar. Terima kasih sudah menanamkan hal sehakiki itu, Buk.

Ah, akhirnya kita sampai pada bagian terima kasih. Cih. Bagian yang klisenya setengah mati. Mudah bagiku sekadar menulis terima kasih blablabla kemudian surat ini selesai. Padahal kenyataannya, kapan aku pernah begitu mudah mengangsurkan terima kasih. Dan, maaf. Satu kata itu bahkan lebih parah posisinya ketimbang terima kasih. Sesukaku saja menuliskan terima kasih dan maaf. Kenyataannya, ah, titik dua garis lurus untuk nyaliku. Hahaha. Aku akan memberitahumu kalau surat ini ada di blog, jadi nanti Ibuk bisa diam-diam membacanya seperti yang dilakukan Ayah kemarin. Dan tinggal aku terjebak dalam sipu.

Ibuk, terima kasih. Atas semuanya. Atas nyawa, hidup, dan usia. Atas pengorbanan yang pasti tak akan terbayar hingga akhir dunia, atas sakit hati yang selalu dibungkus tawa, atas dosa-dosa yang langsung termaafkan bahkan sebelum sempat dilupakan. Atas semua waktu yang semoga tak tersia-sia, atas semua darah dan air mata yang tak terhingga. Tak lagi terukur harga. Semoga Ibuk selalu bahagia. Aku yakin, Ibuk salah satu kesayangan Tuhan. Amin.

Tuhan, terima kasih sudah menciptakan beliau. Terima kasih.

Ibuk, selamat hari lahir. 
Kakak sayang Ibuk. Selalu, selamanya.

Kamu Mau?

Kalau sekarang aku menyatakan cinta, kamu mau?
Kalau sekarang aku menghambur ke pelukanmu, kamu mau?
Kalau sekarang aku menyuguhkan kopi hangat, kamu mau?
Kalau sekarang aku memanaskan air untuk berendam, kamu mau?
Kalau sekarang aku mencuci menyetrika bajumu, kamu mau?
Kalau sekarang aku merapikan tempat tidur kucelmu, kamu mau?
Kalau sekarang aku mengingatkan letak kunci mobilmu, kamu mau?
Kalau sekarang aku mondar-mandir mengepel rumahmu, kamu mau?
Kalau sekarang aku membetulkan letak kacamatamu, kamu mau?
Kalau sekarang aku meringkuk di sampingmu, kamu mau?
Kalau sekarang aku membuatmu sebal karena mengganti channel, kamu mau?
Kalau sekarang aku menelponmu mengingatkan makan siang, kamu mau?
Kalau sekarang aku meraung lalu memukulmu dengan marah, kamu mau?
Kalau sekarang aku menertawakan kelakuan konyolmu, kamu mau?
Kalau sekarang aku memelukmu dari belakang, kamu mau?
Kalau sekarang aku melompat girang karena hamil, kamu mau?
Kalau sekarang aku membacakan dongeng pada anak-anakmu, kamu mau?

Kalau sekarang aku menyuruhmu menunggu dan diam dalam sabar, kamu mau?

Selamat 4 Agustus!

Ah, kamu. 
Akhirnya menanggalkan usia 20 tahun yang penuh perjuangan dan menyambut usia 21 tahun dengan penuh kemenangan. Selamat memenangkan diri sendiri! Bahagiakah kamu? Pasti. Rasanya tidak pernah sebahagia dan sebersyukur ini. Ada titik dimana usia mendadak jadi bahan pembelajaran, dan titik ini ingin kujadikan salah satu bahan tertawaan. Menertawakan umur? Tentu saja bukan. Aku menertawakan semua yang sudah terjadi hingga sampai di usia ini. Di titik ini. Di bahagia ini. Bukankah saat kita berhasil menertawakan diri sendiri adalah titik balik terbaik? Semoga.

Aku ingin acara bisik-bisikku dengan Tuhan jadi kenyataan. Ingin selalu dilindungi berkah dan doa. Embel-embelnya biarlah urusan Tuhan untuk menyelesaikan. Aku siap, sekali lagi, menjalani hidup.

Tugas manusia memang hanya siap dan menjalankan. Kan?

Selamat hari lahir, Indah! Peluk, Dua Puluh Satu Tahun.

Agustus Agustus Agustus!

Hahahaha!

Awali permulaan bulan paling hebat sepanjang masa ini dengan tawa lepas. Semoga dengan tertawa, ada beban-beban yang menguap begitu saja hingga bulan ini bisa ditapaki dengan merdeka. Luar dan dalam. Oke. Kenapa aku bahagia sekali? Tentu saja. Ini bulan lahir. Aku cinta Agustus dengan seluruh nyawa!

Bukan hanya tanggal, bagiku bulan lahir juga penting. Terlepas dari benar atau tidaknya kriteria dan sifat manusia berdasarkan ramalan dan zodiak, aku percaya kalau takdir sebagai manusia Leo yang lahir di Hari Minggu memang sudah tergaris. Rasanya senang dilambangkan dengan singa. Dan mungkin inilah yang membuatku ingin sekali memelihara singa suatu hari. Senang rasanya dilahirkan di bulan ini, bulan ke-delapan yang disebut Agustus. Gara-gara bulan lahir ini, setelah angka 4 yang dicintai mati-matian itu, angka 8 jadi kesukaan berikutnya. Dan meskipun kombinasi 4444 akan sangat hebat, kombinasi 48 tetap akan jadi yang terhebat.

Marilah mulai Agustus ini dengan aku, sesadar-sadarnya. Banyak hal sulit yang telah terlewat hanya untuk mencicipi lagi manisnya bulan lahir ini. Dan omong-omong, hari kemenangan juga akan jatuh di bulan ini. Tidakkah harusnya bulan lahir tahun ini bakal jadi salah satu yang terhebat? Amin.

Selamat ber-Agustus ria!

Dan untukmu, Augusta Riifa Fatahillah, selamat berulang tahun.