Kenapa Harus Kamu

"Dari sekian banyak wanita, kenapa aku?"

Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa harus itu yang kauajukan? 

Pikirkan lagi, calon istriku. Memangnya siapa aku. Pemuda berkaus oblong dengan jeans bolong yang kerjanya lalu lalang di depan kelasmu saat kita masih satu jurusan. Senior yang kerjanya mengamatimu dengan malu-malu dari balik kepulan asap rokok di selipan bibir yang menghitam. Kamu saat itu, tak lebih dari sekadar mimpi terlampau muluk buatku. Memacari terlebih memperistri? Mana berani aku yang pesimis ini membayangkannya. Tiap kali kamu mengangguk lalu membalas semua sapaan basa-basi itu, dalam hati aku yang jarang sekali menyapa Tuhan, selalu berdoa supaya pendampingmu kelak adalah pria yang tanpa ragu menegakkan dagumu yang lebih banyak menunduk ketimbang menatap lurus ke depan. Saat itu kupikir, kalau saja diberi kesempatan untuk menegakkan dagu mungil itu, aku berjanji akan berhenti merokok. Toh, ketergantunganku telah berubah arah.

Kenapa harus kamu. Seperti lirik yang menemukan nada tepat, seperti itulah aku menemukanmu sekejap kilat. Buncahan yang tiba-tiba menyembur ke seluruh wajah lalu debar mengganggu yang candu. Aku tahu kamu nada dan melodi yang tepat, aku tahu kamu akhir dari semua doa yang tertambat.

Jadi, masihkah kamu bertanya kenapa harus kamu?


Inspirasi dari Stereo Hearts - Gym Class Heroes feat Adam Levine
Untuk proyek #30HariLagukuBercerita @PosCinta (hari keempat)

Kembali pada Cinta

Kepada Kamu,

Sebelum memulai surat singkat ini, kalau bisa, aku ingin terlebih dulu menyeka titik keringat kecil di keningmu kemudian bertanya, lelahkah kamu terus-menerus kujejali dengan kata-kata macam ini. Dimanapun, aku menulis sesuatu yang terucap dengan label "Kamu" semauku. Kamu, meski masih juga belum jelas, masih jadi subjek favorit untuk memulai cerita. Tetap jadi hal terbaik untuk memulai hari di permulaan pagi. 

Hidup ini singkat, Sayang. Banyak "tahu-tahu" di dalamnya. Tahu-tahu kita bertumbuh, tahu-tahu kuliah, tahu-tahu bekerja, tahu-tahu menikah lalu punya anak. Tahu-tahu usia bertambah dan usia sampai pada penghabisaannya. Di sela waktu yang sedang berjalan ini, pernahkah kamu memikirkan aku? Mulai dari yang sepele seperti mereka-reka wajahku, hingga bertanya-tanya apakah aku bisa jadi ibu yang baik untuk anak-anakmu. Aku banyak memikirkanmu, bahkan saat menulis surat ini. 

Aku ingin menghabiskan bertahun-tahun ke depan bersama kamu.

Semoga tidak terlalu muluk. Permintaan sederhana dengan harapan yang besarnya tak hingga. Aku tidak kesepian, tapi tak juga merasa lengkap. Memangnya, wanita mana yang tidak ingin ada bahu siaga untuk meredam suara tangisnya. Memangnya, wanita mana yang tidak ingin masuk dalam peluk hangat saat hidup terasa begitu sulit ditapaki. Memangnya, wanita mana yang tidak ingin menatap wajah yang dicintainya dalam keadaan tidur dengan perasaan penuh syukur.

Aku ingin. Selalu ingin. Menghabiskan itu semua bersamamu.

Cinta kadang begitu mencekam, Sayang. Bila tak hati-hati, kau bisa remuk redam. Tapi, bukan aku namanya bila tak optimis, terlebih ini soal dengan siapa kelak akan menghabiskan hidup. Aku ingin kamu yang mengerti bahasa mata meski tanpa berkata-kata. Aku ingin kamu selalu bisa membaca semua bahkan tanpa lebih dulu bertanya. Aku ingin kamu pendebat hati hebat, bukan pendebat mulut yang bejat.

Aku yakin. Kamu ada di ujung jalan sana, berdiri dengan senyum selebar telinga.

Tolong hapus semua awan hitam di kepalaku, Sayang. Tolong bebaskan aku dari semua kekeraskepalaan yang menjerat terlalu erat. Tolong ingatkan aku bahwa hidup adalah seindah-indahnya waktu bersama seseorang yang kusayang. Tolong cepatlah datang, lalu jangan pernah pergi lagi.

Tunjukkan lagi padaku, cara kembali pada cinta.

"Dan jika kubuka hati ini lagi, kuharap kau ada di akhir cerita untukku."


Inspirasi: Way Back Into Love (Ost. Music Lyrics) - Hugh Grant & Drew Barrymore
Untuk proyek #30HariLagukuBercerita @PosCinta (hari pertama)