Aku Memaafkanmu



"Memang kapan aku pernah membayangkan kalau kelak kita ternyata tak sejalan?"

Coba kamu ingat-ingat lagi, semua obrolan kita di penghujung hari. Aku menanti. Selalu menunggu saat tubuh telah rebah, lelah, tapi masih juga ingin tahu kabarmu. Selalu tak sabar menunggu balasan yang kemudian berlanjut hingga larut, hingga mata terasa begitu berat, tapi masih juga tak ingin mengakhiri. Cerita yang itu-itu saja, topik yang itu-itu saja, tapi sungguh aku tak pernah bosan dibuatnya. Apalagi kalau bukan karena cinta.

Coba kamu ingat-ingat lagi, semua upayaku membuatmu tertawa saat itu. Aku berusaha. Agar kamu tak jenuh mendengar suaraku, agar kamu tak tertidur sementara aku masih ingin mendengar suaramu. Saat kita berbagi tawa, diam-diam aku percaya kalau akhir dari semua hanya bahagia. 

Coba kamu ingat-ingat lagi, semua pesan yang membatasi jarak dan aku masih tertuju kepadamu saja, karena percaya. Masih menginginkanmu saja, tak ingin membayangkan dengan sesiapa. Apa gunanya berdua kalau di sisiku bukan kamu. 

Aku, tak pernah sekalipun, berpikir kalau kelak tiba saatnya harus memaafkan.

Memaafkanmu, karena memutuskan menjadi milik orang lain. Memaafkanmu, karena membuatku kecewa hingga hatiku sempat tak merasa apa-apa. Memaafkanmu, karena tak ingin melepasku namun tak juga jadi milikku. Memaafkanmu, karena mengkhianati apa-apa yang kuperjuangkan sedari dulu. Memaafkanmu, karena tak mengamini doa-doaku.

Aku memaafkanmu. 

Semata karena tak ingin menyimpanmu lebih lama, karena tak ingin terus menyiksa diri.