Bangku Kayu Tua




Akan ada saat kamu hanya ingin sendiri. Bukan lelah pada dunia pun isinya. Hanya ingin duduk, menepi sejenak dari hiruk pikuk. Mungkin renungmu tak melulu berpikir, kadang hanya diisi hening yang panjang. Seperti bicara pada diri sendiri, padahal tidak. Kamu hanya sedang tak ingin berinteraksi, bahkan dengan isi kepalamu sendiri. Ini masa egois. Tapi naluri.

Akan ada saat kamu merindukan bangku yang nyaman. Dan teman bercerita yang tak balik banyak bicara. Bangku kayu tua yang lapuk dan lembab, tapi tak pernah menyalahkan hujan karena telah membasahinya. Membuatnya tak lagi nyaman, membuatnya kian rapuh, tapi tak balik meneriaki betapa hujan begitu tak punya hati. Bangku kayu tua yang berteman dengan dedaunan yang tak lagi diinginkan pepohonan. Tanah lebih beruntung. Hujan justru membuat wanginya memenuhi udara. Petrichor, begitu orang menyebutnya. Tapi bangku kayu tua, tak sempat iri pada temannya.

Bangku kayu tua, seperti sisi dirimu yang tak banyak tanya. Sisi yang lelah tapi tak punya daya untuk protes pada dunia. Pada semua cerita yang tak semestinya, pada akhir kisah yang meremuk jiwa, pada perihal-perihal yang tak pada tempatnya. Tapi kamu dan jiwamu, tak ingin dan tak tahu harus bagaimana. Ada disana, tapi tak berbuat apa-apa. 

Tapi bangku kayu tua, haruslah tetap disana.

Agar kelak saat dunia tertawa, kamu punya pelarian kosong yang tak banyak tanya. Agar kelak saat hati dan kepalamu sama-sama minta dimenangkan, kamu tahu kemana harus mencari ketenangan. Karena yang kamu sebut sendirian, tak melulu berisi kekosongan.

Bahkan saat kamu sedang sendirian, kamu masih juga berduaan. Dengan Tuhan.

Aku mendadak rindu bangku taman.

4 comments:

  1. ah ngomongin soal bangku, jadi ingat sama bangku tua deket sekolahku dulu :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga bangku tuanya nggak punya cerita horor, ya. :))

      Delete
  2. Indah... Aku pasrah baca "Bangku Kayu Tua" ini.

    ReplyDelete