m e n i k a h


Katanya, menikah itu terdiri dari beban dan tanggung jawab baru.
Katanya, menikah itu terdiri dari diskusi dan kompromi yang tak habis.
Katanya, menikah itu terdiri dari bahagia sekaligus air mata yang tak terduga.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari obrolan kecil di penghujung hari. Percakapan yang diselingi pelukan dan candaan, kadang juga berbarengan dengan uneg-uneg dan keluh sepanjang hari. Saat bersama menatap langit-langit kamar atau saat sama-sama sibuk dengan ponsel masing-masing, saat yang mana pun sama menyenangkan. Saat saling bertukar pikiran atau saat saling berpegangan tangan dalam diam, saat yang mana pun sama menenangkan.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari menyiapkan keperluan suami sebelum berangkat kerja di pagi hari. Mulai dari bertanya dia ingin digorengkan pisang atau tidak, mengaduk susu coklat hangat, memastikan baju kerjanya sudah rapi disetrika, mencabut dan menggulung kabel charger ponselnya, mengambilkan sepatu dan helm yang akan dia pakai, hingga berdiri di pintu melihat punggungnya menghilang di balik pagar untuk mencari nafkah seharian.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari memutuskan mana yang harus dibeli terlebih dulu; rak televisi atau rak buku. Juga tentang istri yang sibuk menonton video memasak di dunia maya, semangat minta diantar belanja bulanan, meski kemudian berakhir dengan jajan di luar. Juga tentang suami yang selalu memenuhi kulkas dengan buah sementara istri lebih doyan coklat. Juga tentang suami istri yang kalau makan ifumie seafood, istrinya bertugas makan semua sayuran.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari mencuri waktu untuk kencan-kencan sederhana. Menonton film di kamar sampai teriak, menangis, tertawa seperti orang gila. Menyempatkan waktu main ke pantai meskipun hanya berisi jongkok di pasir karena istri tak suka berenang, hujan-hujanan di atas motor sampai masuk angin, atau sekadar membeli cilor di pinggir jalan.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari percakapan ingin punya anak berapa, perkiraan biaya melahirkan, membesarkan, hingga menyekolahkan. Memikirkan diri sendiri akan jadi orang tua yang seperti apa, bagaimana membesarkan anak-anak yang baik akhlaknya. Sembari terselip cemas karena meskipun anak adalah titipan, mereka tetaplah darah daging yang harus dipertanggungjawabkan.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari doa yang semakin panjang dan tulus. Doa-doa yang sering teriring air mata agar rumah tangga yang dibangun selalu dilindungi dan diberkahi, selalu dikuatkan dan dicukupkan, selalu dilingkupi orang-orang baik pun hal-hal baik, selalu dijauhkan dari fitnah dan musibah. Doa-doa agar suami istri yang menjalani selalu ingat untuk saling menjaga.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari perjuangan dan pengharapan. Tentu tak selalu terdiri dari bahagia dan baik-baik saja, tetapi semoga selalu ada celah untuk bersyukur dan tertawa. Tentu tak selalu terdiri dari hari-hari berpelangi, tetapi hujan badai pun tentu akan ada akhirnya. Tentu tak selalu terdiri dari kata-kata manis dan pelukan hangat, tetapi tentu tak pula sering dihiasi oleh tangis dan hujat. Perjalanan yang dipupuk dengan rasa percaya dan sabar yang tak boleh berbatas.

Ternyata, menikah itu juga terdiri dari seutas pinta yang amat sangat. Bahwa semoga, kami, tak hanya menjadi suami istri di dunia, tapi juga kelak bertemu dan berjodoh lagi di akhirat.