Air Mata

Pikirkan, apakah air mata bisa mengering?

Kalau air mata tidak bisa mengering, kenapa kini tiap kali hujan aku tidak lagi meneteskan butiran hangat itu untukmu. Kenapa tiap kali jendela kamarku berembun karna rintikan, air mataku tidak ikut turun meramaikan. Kenapa tiap kali terdengar suara hujan yang berisik, hati dan mataku tidak lagi terusik. Kenapa tiap kali kupaksakan diriku mengingatmu sekadar memancing air mata, aku malah tak dapat apa-apa.

Ada apa?

Begitulah adanya. Kau menyimpulkan aku mati rasa, kupikir aku hanya sedang tak ingin merasa. Kalau dulu hujan begitu terasa seperti "kita", kini hujan hanya tetesan air dari semesta. Yang kuharap, saat basahnya meresapi kulitmu, kau tahu disitu aku selalu ada. Serpihan aku yang selalu terbawa, tapi kini tanpa air mata.

Kutapaki jalan yang dingin, kakiku ngilu tapi tak terluka. Rasanya sakit hingga ke tulang, rasanya perih tak tertahan. Terlebih saat sekali lagi, aku sadar sakitnya bahkan tak membuatku berairmata. Rasanya remuk tapi aku tak berdaya, bahkan untuk sekadar bilang kalau aku ingin menangis saja, aku terbata-bata.

Aku lelah. Aku kalah.

Air mata tidak bisa mengering, Sayang. Mungkin kini giliranmu berairmata.

No comments:

Post a Comment