Bagaimana Ini, Kekasih?


Cuaca sedang dingin sekali. Kulihat dari kejauhan kamu berjalan cepat, melangkah kecil-kecil, menjaga agar dua kopi di genggaman tak tumpah. Sembari mengangsurkan kopi, kamu tersenyum padaku. Manis sekali. Terlalu manis, hingga aku takut membayangkan bagaimana kelak rasa hidupku kalau kamu tak ada. Kamu lalu duduk di sampingku, seperti biasa. Ritual bertemu di kursi kayu tua pinggir sungai saat matahari mulai pamit. Ritual sejak 7 tahun lalu.

Kita bisa membicarakan apapun di sini. Apapun, kecuali masa depan.

Apapun mengenai kita di masa depan adalah tabu. Hari ini kita masih saling mencintai, siapa tahu esok cerita sudah berbeda lagi. Hari ini mungkin seperti biasa kita berpisah dengan bibirku yang mendarat di keningmu, siapa tahu esok kita berpisah dengan punggung yang bergetar karena caci maki. Padahal kemarin dan hari ini, aku mencintaimu sangat dalam, hingga sakit rusuk ini menanggungnya. Tapi tetap saja, esok nasib kita masihlah tanda tanya.

Kurasa masa depan kita memang tak akan pernah sampai. Kita yang tak berani membicarakan perihal pernikahan, anak-anak, atau membangun rumah bersama. Kita bahkan belum pernah menginjakkan kaki ke rumah satu sama lain, kita yang sama-sama bingung sebenarnya sedang memerjuangkan apa. Pernah kita memutuskan untuk berpisah, tapi kemudian berakhir dengan kamu yang sengsegukan tak berhenti dan aku yang mematung sakit melihatnya.

Suara adzan terdengar. Kamu berdiri, tersenyum kecil padaku, lalu berlari menuju masjid. Suara adzan yang selalu kudengar di waktu-waktu seperti ini, suara yang memanggilmu untuk datang memijak lantai masjid lalu bersujud dengan khusyuk. Suara yang tak kumengerti artinya.

Kulempar pandangan jauh sekali. Entah memandang apa.

"Tuhan, aku mencintai gadis ini. Ingin selalu bersamanya, ingin disambut senyumnya sepulang kerja, ingin punya anak yang lahir dari rahimnya, ingin menghabiskan sisa usia di sisinya..." kusentuh kalung salib yang menggantung di dada. "Tapi aku sudah lelah. Aku ingin berhenti berjuang."

Bagaimana ini, Kekasih? Apa yang harus kita lakukan?



#30harimenulissuratcinta #poscintatribu7e #harike-3

2 comments:

  1. well written. i really know how it feels like. ketika cinta saja tidak cukup, mulai muncul pertanyaan "sebenarnya apa yang kita perjuangkan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berjuang tanpa kepastian itu memang menyakitkan.

      Terima kasih sudah mampir dan membaca. :)

      Delete