Selamat Hari Lahir, Ayah!

Ah, Ayah. Sudah 50 tahun ya. Berarti hari ini tepat setengah abad, Ayah bergulat dengan dunia. Sudah setengah abad Ayah memijak, menapak, dan menjajal bahagia dan getirnya tanah Bumi. Aku nggak akan bertanya bagaimana rasanya, kok. Aku tahu-sedikit-kalau dunia ini keras, kalau nggak kuat kita akan tergerus. Ih, aku sok tahu ya, Yah. Padahal masih 20 tahun gayanya seperti sudah kenyang makan asam garam. Memangnya apa arti semua yang terjadi dalam hidupku ketimbang hidup Ayah yang perjalanannya super itu. Oh ya, kebetulan 8 April tahun ini jatuh di hari Minggu, sama seperti hari kelahiran Ayah, kan. Pas sekali. Ini memang hari untuk Ayah. Hari Minggu itu lambangnya: awan. Kata orang, yang lahir hari Minggu tabiatnya keras, nggak mau kalah dan selalu ingin jadi pemenang. Karena pada dasarnya awan selalu ada di atas. Sebagai sesama yang lahir di hari Minggu, aku tahu itu rasanya benar, Yah. Hahaha.

Ayah, apa rasanya sudah hidup selama 50 tahun? Kupikir itu waktu yang cukup lama untuk tahu bahwa hidup bukan sekedar hidup. Hidup pasti banyak kerikil, jurang, sekaligus surga. Dan rasanya Ayah sudah mengalami semua. Untungnya aku-sudah dan selalu-bersyukur punya Ayah yang kuat. Yang selalu sekokoh tembok langit, yang hanya akan rubuh karena Tuhan. Semoga Ayah juga menurunkan sebagian kekuatan itu untukku, karena oh, hidup masih terlalu keras dan terjal untuk dilalui. Alangkah bagusnya kalau aku bahkan bisa melewati semua tanpa perlu terseok begitu rupa hingga babak belur.

Aku ingin bicara banyak, tapi aku malu pada aku yang nyata. Yah, ini memang aku. Hanya saja aku yang Ayah kenal bukan kakak yang senang berkata-kata dan hobi berbasa-basi, kan. Aku kakak yang introvert, sama sekali nggak kritis dengan keadaan, dan-kelihatan-kurang peka. Nah, Ayah bahkan nggak tahu kalau anak pertamamu ini punya blog dan tumblr, dimana dia hobi cuap-cuap. Anggap saja aku nggak penuh cinta di luar, tapi meluber cinta di dalam ya, Yah.

Rasanya ini akhir ucapan selamat ulang tahun dariku. Semoga di usia 50 tahun dan seterusnya, perjalanan Ayah lebih sederhana. Yang ada hanya tinggal bahagia, dunia dan akhirat. Semoga Ayah selalu seperti tembok semesta yang rebahnya mengangkasa, agar bisa terus jadi tudung untuk Ibu, aku, Husen-Hasan, dan Abi. Aku, setiap hari, menitipkan doa pada Tuhan agar Ayah selalu dilindungi. Setiap saat. Amin.

Seperti udara yang selalu mengurai hingga akhir dunia, seperti itulah aku yang selalu berharap Ayah bahagia.

Ayah, selamat ulang tahun.

No comments:

Post a Comment