Kopi


Lihat gambar itu. Minuman hitam apa yang pastinya super enak itu. Aku bersyukur sekali ada minuman semacam itu di dunia yang sibuknya keterlaluan ini. Cairan hitam yang baunya membuat ketagihan itu nggak sekedar membuat terjaga. Lebih dari sekedar minuman, kopi membuat aku menjadi aku.

Karena seringnya minum kopi saat perasaan sedang kacau, kopi jadi semacam mantra penyembuhan diri. Aku bahkan pernah memposting tulisan yang judulnya 'Buku, Kopi, Musik, dan Tuhan'. Betapa kopi memang bisa menjungkirbalikkan mood dalam sekejap dan membuat hati dingin. Hahaha, apa jadinya dunia tanpa minuman keling ini. Yah, apa jadinya aku lebih tepatnya.

Seorang teman menasehatiku agar berhenti minum kopi. Katanya, kopi bisa membuat cepat tua dan bahaya untuk kesehatan. Aku ingin sekali mengiyakan dan dengan berat hati memang mengurangi. Selain karena dari awal tahu imbas buruk kopi, aku juga mulai terkena imbas buruk kelebihan kafein: sesak nafas. Kalau nggak salah, konsumsi kafein lebih dari 1300mg perhari bisa menyebabkan sesak nafas. Aku bahkan pernah menarik nafas susah payah, dalam-dalam, dan mulai panik karena seperti kehabisan udara. Sejak itu aku mulai mengurangi dosis kopi, dari sekitar satu atau dua gelas sehari jadi sekitar seminggu dua kali.

Percayalah. Itu pengalaman yang buruk sekali.

Saat menikmati kopi mulai nggak sebebas dan sesantai dulu, segelas kopi saat hujan atau sendirian di kamar sambil membaca buku jadi saat-saat yang harus disyukuri dan dinikmati. Persediaan kopi yang dulu cepat habis dan kotak sampah jadi penuh bungkus kopi kemasan, kini jadi awet dan hampir seperti tak berkurang. Nggak keren.

Tapi, aku tetap cinta kopi.

Kopi tetap hidupku. Sama seperti buku dan musik. 

Dan dengan segala imbas buruknya, aku tetap suka menyeruput si hitam yang sangat enak bila dicampur krimer ini dengan perasaan senang dan lega. Yah, empat hal dalam hidup memang tidak akan bisa dibuang begitu saja.

Buku, Kopi, Musik, dan Tuhan.

No comments:

Post a Comment