Cinta yang Sungguhan Cinta

"Al, kamu masih percaya orang baik?" tanya Biru disela acara tiup lilin perayaan hari jadi yang ke-dua bulan. Aku sudah tidak heran dengan pertanyaan semacam itu sekarang. Biru hobi sekali membahas sesuatu yang diluar topik obrolan biasa, dia selalu tertarik membahas sesuatu yang berat dan membawanya padaku sebagai obrolan ringan. Aku balik bertanya padanya.

"Memangnya menurutmu orang baik sudah habis, ya?"

"Kurasa semua orang sekarang baik untuk berbagai macam tujuan. Berani taruhan, hanya sedikit yang sungguhan baik. Jangankan teman, sahabat juga bisa mengkhianati kita. Rasanya sulit menemukan orang yang sungguhan tulus tanpa embel-embel dumel dalam hati dan otaknya."

"Kita sedang krisis orang baik?"

"Orang baik yang sungguhan baik," ralat Biru sambil tersenyum simpul padaku. Senyum yang serta merta membuat dengkulku lemas, seperti engselnya mendadak meleleh. Biru punya senyum paling manis sedunia.

"Menurutmu, masih ada nggak orang yang mencintai orang lain tanpa embel-embel?" tanyaku saat Biru mulai asyik mengepakkan kaki telanjangnya di air danau yang hijau.

"Orang mencintai yang sungguhan mencintai?" ia bergumam. "Aku."

"Bagaimana aku tahu kalau kamu sungguhan mencintai tanpa embel-embel?"

"Aku menunggumu entah berapa lama di tepi dermaga ini, begitu yakin kalau aku akan bertemu jodoh di sini dan menunggu seperti tanpa ragu sedikitpun. Bagaimana rupa wanita itu, bagaimana sifatnya, bagaimana reaksinya kelak kalau kuungkapkan tujuanku di sini. Semua masih tanda tanya, kan?"

Aku mengangguk khusuk.

"Aku, sedari awal sudah sungguhan mencintaimu, mencintai kehadiranmu yang bahkan belum terwujud itu. Jangan tanya seperti apa bahagiaku saat kamu datang dan memberitahuku kalau aku mungkin adalah orang tepat itu. Aku hampir gila, tahu!"

Aku mengangguk lagi, kali ini dengan titik air mata di pelupuk.

"Ah, aku sudah nggak tahu lagi!" teriakku malu sambil menutup muka dengan kedua belah tangan. Rasanya tidak pernah begitu dicintai seperti ini. Rasanya apa yang dikatakan Biru bisa kutelan bulat-bulat tanpa harus kupahami. Rasanya seperti dijatuhi air hangat dari ubun-ubun kepala, yang panasnya meresapi pori lalu mengaliri darah dan membanjiri hati.

"Al, kita menikah, yuk?"

"Hah?"

Biru tertawa kecil, dirusaknya rambutku dengan satu tangan sambil menaik-turunkan alis dengan jahil. Pipiku terasa penuh, diburu oleh aliran darah yang menyembur keras. Kutangkap tangannya yang berada di kepalaku sambil mengangguk cepat.

"Yuk!"

15 comments:

  1. "Nikah, Yuk!" sumpah geli

    ReplyDelete
    Replies
    1. jika aku "orang utan" seperti Om mu bilang, apa kamu mau memilih aku yang demikian mencintaimu ? hahahaha :P

      Delete
    2. "Orang utan"? Haha, maaf saya serius nggak ngerti maksudnya.

      Delete
    3. blog mu yang lama

      Delete
    4. ga tau deh , carilah. :|
      aku baca kok.

      udah , dari pada riweh nyarinya.
      mending kita nikah aja yuk!

      Delete
    5. biar aku kumpulkan receh itu dan aku jadikan satu. *nyeleng*

      Delete
  2. Teh, gak mungkin ada orang yang mencintai orang lain tanpa embel-embel... hoho.
    Embel-embelnya pasti ada. Baiklah, ramah lah, begini lah, begitu lah, bla-bla-bla.
    Intinya, kalo jodoh gak akan kemana dah.
    Kalo udah jodoh meski jelek, busuk, ancur, pasti gas teruuuus :) hehe
    Anyway, ini sweet banget teteh.... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada kok, Gan. Aku belajar dari Ibu yang nggak pernah pacaran sampai akhirnya ketemu Ayah. Waktu aku tanya kenapa milih Ayah, Ibuku cuma bilang, "Karena kerasa. Kayak ada yang ngebisikin, ini nih orangnya." Hahaha, makanya aku yakin masih ada cinta tanpa embel-embel.

      Thank you ya, Sayang. :*

      Delete
  3. sudah bertahun2 aku dijejelin dengan pertanyaan2 yang seringkali menyudutkan, bahkan sampe tadi pagi temen aku jadi wartawan kesekian dengan pertanyaan yang juga sudah sering aku jawab.

    "kenapa sih sampe nunggu segitunya?"
    - karna aku yakin

    "ga kelamaan emang?"
    - kau aja yang bilang lama

    "emang dia tau kalo kau masih nunggu?"
    - apa dia harus tau kalo aku nunggu? entahlah.

    "apa yang buat kau nunggu sampe selama ini sedangkan kau aja ga tau kan dia suka apa ngga sama kau?"
    - keyakinan

    "kalo keyakinan kau hilang? kau masih mau nunggu?"
    - yang hilang cuma keyakinan kan, bukan cinta

    "hiiiiiiiih, mau sampe kapan sih nunggunya?"
    - sebates mana sih sabarmu untuk orang yang emang bener kau cinta?

    dan YES!!! i'm the winner!

    ananda.D
    (gamauloginndah)

    ReplyDelete
    Replies
    1. LOL, it's you! Yah, saat sabar melebur dengan cinta, logika bisa apa? Tapi, menurutku, yang membuatmu kelak melepaskannya bukan karena sabarmu yang berbatas, melainkan hatimu penuh oleh cinta lain. Oleh orang lain, yang nggak tega membuatmu menunggu. Yang nggak harus ditunggu begitu lama dan pandai membaca tanda-tanda. Orang itu ada kok di masa depan.

      Kamu harus punya keyakinan lebih besar dari saat kamu menunggu dia, kalau mungkin saja bukan dia orangnya. *kasih tisu segudang*

      Delete
    2. Aku memang sendiri, tapi aku tidak merasa kesepian.
      Untuk apa aku menjalin hubungan hanya untuk bermain-main? dan pada akhirnya hanya "nangis buyan" yang menemani? HAHAHA

      Siapapun ayah dari bayi2 mungilku kelak, aku telah menunggu selama 21 tahun hidupku.

      Dan entah berapa lama lagi kata2 "NIKAH YUK!" itu sampai padaku, ketahuilah aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku bersamanya :) *uhuk!

      Delete
    3. Hahaha aku pun. Semoga cinta tanpa embel-embel masih ada dan mewujud di masa depan!

      Delete