Hidup dan Doa

Hari ini, sebagai manusia biasa yang sungguhan biasa, saya kembali disadarkan bahwa hidup memang hanya sementara. Datang dan pergi, pulang dan kembali. Bahwa yang kita miliki tak pernah benar-benar kita miliki, yang kita cintai tak pernah benar-benar jadi milik sendiri. Hidup berbatas, kita terbatas.

Beberapa hari yang lalu, ayah teman saya meninggal. Surut dari duka itu, hari ini, ibu teman saya menyusul menghadap Sang Pencipta. Masing-masing dari mereka dipanggil, menemui akhir usia. Dua teman saya, dalam waktu yang hampir berdekatan, diterpa kehilangan yang tak terduga. Yang sakit dan dukanya bahkan membuat remuk redam dada. Saya sendiri menolak untuk sekadar membayangkannya. Yang saya bisa lakukan hanya berdoa. Berdoa. Lalu berdoa. Dan berdoa.

Semoga mereka diberi hati dan sabar sebesar dunia.

Semoga Tuhan masih mencatatkan waktu yang lama untuk Ayah dan Ibu saya.

Kamu, kapan terakhir kali meminta maaf pada wanita hebat yang kamu panggil 'Mama' itu? Kamu, kapan terakhir kali berterima kasih pada pria kuat yang kamu panggil 'Papa' itu?

Saya pun, hanya manusia biasa. Anak biasa dari orang tua yang luar biasa. Hari ini, saya sudah-sekali lagi-mengirim senyum untuk Ayah dan Ibu, sudah berterima kasih pada mereka. Sederhana tapi membuat mereka bahagia. Karena sungguh, hanya Tuhan yang tahu akhir dari sebuah doa.

Kalau bisa, kenapa sekarang tidak kamu ketuk pintu kamar mereka lalu julurkan kepala untuk bilang, "Ayah, Ibu, terima kasih, ya. Aku sayang kalian."


2 comments:

  1. Di satu sisi ada kesedihan karna kehilangannya, tapi di sisi lain ada kebahagiaan karna kini ia tlah bersama Penciptanya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untung Tuhan menitipkan kenangan. Semoga yang dikenang kini sudah tenang. :')

      Delete