Minggu

"Kita kemana hari ini?"

Kamu meletakkan koran, lalu menatapku. Aku balik menatapmu. Aku dan kamu jadi punya kebiasaan jalan-jalan di hari Minggu. Mulanya aku mengajak kamu ke toko buku. Kamu menurut dan mengikuti aku. Terus begitu sampai berganti Minggu, kamu rajin mengantar aku. Lalu kita beranjak ke pinggiran jalan, mencari makanan murah yang enak. Aku yang tadinya anti, jadi doyan setengah mati. Semua gara-gara kamu. Aku membuat kamu betah di toko buku, kamu membuat aku doyan kumbu. 

Menurutku, itu hebat. Bukti kalau kita mulai melebur jadi satu.

Beberapa saat kamu menatap aku dengan lugu, aku memberimu gelengan kepala. Entah kenapa, rasanya Minggu pagi ini aku ingin kita berdua di rumah saja.

"Kenapa?"

Aku lagi-lagi hanya menggeleng saat kamu bertanya. Saat-saat begini, kamu terlihat seperti balita yang menanyakan apa itu Tuhan pada Ibunya. Dengan mata coklat yang membulat, kamu seperti mengorek-ngorek jawaban di mataku. Saat nggak kamu temukan, kamu menyerah dan kembali membaca koran. Kamu lucu, ya. Kamu pria yang kuat sekaligus lemah di saat yang bersamaan.

Aku membuka kotak susu dan menuangkannya di cangkir. Sambil tersenyum membayangkan bekas susu di sudut bibir merahmu, aku menenggelamkan stroberi di lautan susu. Buah merah itu mengambang. Aku menyodorkannya pada kamu, yang langsung tersenyum lebar.

"Minggu ini, kita di rumah, ya. Kalau dengan berjalan-jalan aku bisa selalu mendekap kamu dan tahu kamu selalu di sisiku, aku ingin dengan diam aku bisa selalu memeluk kamu dan tahu kamu betah di sisiku. Meski aku nggak berbuat apapun."

Kamu memeluk aku yang sesak oleh bahagia. Dari balik punggungku, kamu menyeruput susu hangat dengan berisik. Lalu kita terkikik.

Aku cinta kamu, Minggu.


No comments:

Post a Comment