14 Juli, 23 Tahun Lalu


14 Juli 2013

Harus mengucap syukur berapa kali hingga perasaan lega dan bahagia ini tersampaikan tanpa cela. Harus mengucap syukur berapa kali hingga perasaan hangat ini habis dan tak lagi meluap di hati. Hari ini, Ayah dan Ibu saya merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-23. Perasaan saya sebagai anak pertama? Bangga.

Ayah dan Ibu saya sangat berbeda, dengan lucunya melewati puluhan tahun bersama. Ayah yang orang Palembang dan berperangai keras bertemu dengan Ibu yang orang Sunda dan berperangai halus. Dari intonasi bicara saja, mereka berdua beda bukan main. Ayah saya tegas tapi santai, Ibu saya lembut tapi panikan. Ibu yang jarang sekali marah bertemu dengan Ayah yang tatapannya saja seperti sedang marah. Hahaha. Tapi, kalau ada masalah, Ayah justru lebih santai dan tenang sementara Ibu panik dan khawatiran. Waktu saya kehilangan dompet saja, Ayah malah tertawa sementara Ibu mengomeli kecerobohan saya.

Ayah yang luar biasa dalam berjuang, Ibu yang luar biasa dalam berdoa pada Tuhan. Ayah yang selalu mengakui betapa keras kepalanya Ibu, yang tetap nggak mau mengaku saat dibilang keras kepala. Ibu yang sabar dan seperti nggak tahu seperti apa caranya marah, Ibu yang telaten sekali mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Terlalu berbeda. Sampai saya kadang heran kenapa mereka bisa bersama. Tapi pada akhirnya, saya tahu ternyata mereka magnet kuat sungguhan. Yang bermuatan berbeda tapi tarik menariknya luar biasa hingga tak lagi bisa dipisahkan. Nanti, yang memisahkan semoga hanya umur dari Tuhan. Semoga dunia tak lagi berkuasa atas cinta dan keyakinan mereka.

Senang sekali rasanya 23 tahun lalu mereka memutuskan untuk menghabiskan hidup bersama. Membangun semuanya bersama. Membuat bangga kami, keempat anak mereka.

Selamat merayakan ulang tahun pernikahan, Ayah dan Ibu.

Tertanda, anak pertama.


Tema: syukur. #ngabubuwrite day 5.

2 comments: