"Sayang, ayo menikah."
Si pria menatap kekasihnya lekat-lekat. Mata wanita itu melebar besar, euforia meledak-ledak dari raut wajah kecilnya. Bulu mata lentik itu naik turun, menyapu pipi kemerahan di bawahnya. Si pria menatapnya lagi, kali ini disertai pertanyaan tak yakin dari mulutnya.
"Kamu barusan melamarku?"
Si wanita mengangguk yakin, si pria bergidik ngeri. Heran campur bingung, tepatnya. Baru saja kekasihnya mengajukan lamaran, ajakan menikah yang lebih mirip ajakan bermain ayunan ban di taman tiap Minggu. Begitu ringan, santai, dengan wajah sumringah. Dan wanita yang mengajaknya membina rumah tangga ini adalah wanita yang selama ini takut menikah muda. Duh, terlalu banyak pertanyaan di kepalanya.
"Kenapa?" tanya si pria.
"Kenapa?" tanya si wanita balik. "Aku mau jadi istrimu."
"Iya, bagian itu aku tahu. Tapi, kenapa kamu yang melamarku?" si pria tergelak, geli sekaligus kecewa. Dia memang belum merencanakan adegan melamar yang romantis dan hebat, tapi rencana melamar memang sudah ada. Hanya belum ketemu waktunya. Di dalam otaknya, telah tersusun kata-kata untuk meminta si wanita menjadi pendamping hidupnya. Barisan kata-kata yang disusun hati-hati, maklum, kekasihnya lebih pandai berkata-kata dibanding dirinya yang kaku dan sering mati gaya.
"Habis, kamu terlalu pendiam. Ah bukan, kamu terlalu nggak bisa ditebak. Terlalu santai, terlalu membiarkan semuanya berjalan terlalu apa adanya."
"Bukannya kamu suka?"
"Iya, tapi aku takut kamu keburu direbut wanita lain. Membayangkanmu menikahi wanita lain lalu menggendong anak yang bukan anakku? Seram!" si wanita cemberut. "Kalau kita cepat menikah kan, kamu mau diam sepanjang hari juga nggak masalah. Kamu sudah jadi milikku."
Si pria tercenung. Sepanjang mereka bersama, dia baru melihat bakat posesif dari kekasihnya. Pria memang tidak tahu apa-apa soal hati dan pikiran wanita, sepertinya benar. Diam-diam, hatinya dipenuhi perasaan lega. Ini terlalu lucu. Terlalu tak terduga.
Si pria menyeruput kopi perlahan sambil menatap wajah penasaran kekasihnya. Si wanita jadi takut kalau kekasihnya akan menolak atau marah.
"Ayo kita ulang," katanya kemudian.
Si wanita diam, menunggu dalam detik-detik menyengsarakan.
"Sayang, ayo menikah."
Mereka kemudian tertawa bersama. Tawa getir campur bahagia. Si pria memikirkan bagaimana cara segera bercerai dari istrinya, si wanita memikirkan bagaimana caranya menjelaskan kalau dia sebenarnya janda.
Dasar cinta!
No comments:
Post a Comment