Adalah saat kehilangan, aku sadar...
bahwa pelukmu begitu menghangatkan
bahwa pundakmu kini tak lagi menyamankan
bahwa yang kita tapaki bersama tinggal kenangan
bahwa rindu bisa disampaikan lewat butiran air hujan
bahwa harapan pada akhirnya sungguhan menyakitkan
Adalah saat kita terpatahkan, aku sadar akan langit kemerahan
Semburat, yang kalau kau lihat, teramat pekat
Seperti harap yang tak tergenggam erat
Seperti kumpulan rindu yang teramat
Seperti kita yang telah tamat
Seperti aku yang sekarat
Seperti kiamat
Kuajak kau melihat langit sore hari
Tempat dimana bertemunya sebagian diri
Kalau beruntung, kau akan menemukanku, sekali lagi
Lalu, bisa saja, cerita kita akan bertutur dari lembar baru yang wangi
'rasa' yg dipecah menjadi kalimat2 bermakna. cinta menjadi sesuatu yg logis, harapan menjadi sesuatu yg logis.keinginan menjadi hal yg logis. Terlalu logis bukankah akan menjadikannya lumrah?....saya kehilangan emosinya.
ReplyDeletebukankah seharusnya akumulasi tutur logika itu berujung pada situasi emosional..kemarahan, kesedihan yg menampar, atau kegembiraan yg aleman.tapi ini keuren.....,mungkin suatu saat anda akan membawa saya pada suatu pengalaman emosional yg haru biru atau temaramnya gelap kopi pahit tanpa gula...(Y)
Kalau lembarnya tak baru, aku bisa melihat apa yang terjadi diantara kau dan aku di masa lalu.
ReplyDeleteMungkin aku akan kembali meragu padamu.
Bisakah kita memulai di lembar yang benar-benar baru?
Meski dengan aku dan kamu dan tidak sebaru itu? :D
Haha Move on aja ah aku mah... wkkk
Hahaha. *peluk*
Delete