Bagaimana kerja pesan dalam botol sesungguhnya. Apa terlebih dulu kita harus terpisah laut bahkan samudra agar pesanku bisa diombang-ambing ombak lalu sampai padamu? Apa terlebih dulu aku harus mengingatkanmu kalau aku, bisa saja sewaktu-waktu lelah mengirim semua tanda lalu berjalan menjauh, membalik badan, menapak kemana saja yang tidak ada kamu?
Pernah sekali, dalam obrolanku dengan Tuhan, kubayangkan kita bertemu untuk membicarakan masa depan. Di sebuah kafe yang sepi pengunjung, aku setengah tertidur di sisi meja berdebu. Di sudut, tidak sedang memikirkan atau mengenangmu. Tiba-tiba kamu datang dengan langkah senyap, duduk di hadapanku yang setengah terlelap. Aku akan mengungkapkan semuanya. Akan kuceritakan padamu awal kisah kita di kepala hingga akhir yang kudamba. Kamu akan kuberitahu betapa beratnya menanggung cinta diam-diam seorang diri, betapa sulitnya menunggumu untuk sekadar peduli. Kudongengkan ke telingamu sampai habis, tak peduli wajahku berairmata atau malah tersipu malu. Aku sudah tak peduli.
Tapi dongengku, tetap jadi dongeng kalau Tuhan bahkan tak pernah dengar namaku dalam doamu. Jadi, pesanku kali ini bukan untukmu. Untuk Tuhan. Karena Dia tahu harus berbuat apa bahkan tanpa aku harus banyak berkata. Kamu harus mencontoh Tuhan, ya.
No comments:
Post a Comment