Aku Nggak Akan Pergi

Kamu melihatku dari pantulan kaca. Aku yang sedang merapikan semua bajuku dan sibuk mengeluarkan semua barang bermerek darimu. Kamu hanya menggosok gigi dengan santai. Kamu bahkan sempat mencukur jambang yang belum panjang, padahal aku sudah sengaja memperlambat gerakan beres-beresku. Aku harap kamu mengerti aku. Aku harap kamu menghentikan aku. Tapi kamu, hanya meraih handuk dan menghilang di kamar mandi.

Kamu memang paling jago mempermainkan perasaanku.

Hari ini aku pergi. Menetap di luar negeri selama tiga tahun lamanya. Aku ingin pergi, tapi aku juga ingin kamu menahan dan mengemis aku. Memintaku untuk tetap di sini. Bersamamu. Tapi kamu, sama sekali nggak peduli.

Kami memang paling anti meluruhkan ego untuk memahamiku.

Aku beranjak. Air mata mulai merangkak naik. Aku mulai kepayahan menahan luruhnya saat kudengar kamu mendendangkan lagu di bilik kecil itu. Kamu hebat ya, Sayang. Kepala dan hatimu itu sudah lebih keras dari batu.

Di depan pintu keluar, selembar catatan menahan langkahku.

Aku terlalu cengeng untuk melepasmu. Aku akan menunggumu. Tiga tahun, kan? :')

Tanganku gemetar di gagang pintu. Aku mengangkat koper dengan mantap, melangkah dengan senyum dan hangatnya banjir di pipi. Aku terus berjalan. Dan berhenti di perhentianku.

Kamu keluar dari kamar mandi. Terdiam menatapku.

Aku batal pergi. Aku nggak akan pergi.

No comments:

Post a Comment