Coklat. Akhir-akhir ini, karena sering begadang aku punya kebiasaan baru. Bolak-balik buka pintu kulkas dan meraup coklat dengan rakus. Dulu aku sama sekali nggak peduli dengan persediaan coklat di kulkas. Sekarang, melihat coklat mulai habis kepala langsung berasap. Padahal sebenarnya aku nggak terlalu suka coklat. Omong-omong soal coklat, sudah bosankah dengan istilah coklat ibarat cinta? Aku belum bosan, jadi sekarang rasanya ingin membahas istilah ini.
Coklat dan cinta.
Manis, membuat senang dan santai, lumer saat dirasakan.
Perandaian cinta itu manis agak kurang cocok untuk yang sakit hati. Sama seperti coklat manis yang nggak enak kalau didengar oleh yang sakit gigi. Seperti salah satu lirik lagu dangdut, "Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati ini."
Coklat aslinya nggak mempunyai rasa, bahkan cenderung pahit. Rasa coklat itu karena banyak campuran. Persis seperti cinta yang aslinya sederhana. Cinta hanya cinta dan sekedar cinta. Tanpa ada embel-embel, tanpa sakit, tanpa tipuan, tanpa khianat, terlebih murka. Miris rasanya kalau ada yang membenci cinta. Aku cinta cinta. Aku senang karena perasaan itu orangtuaku bertemu dan aku ada di dunia. Karena perasaan indah itu Tuhan-ku dengan senang hati memberikan semua pada umat-Nya. Karena perasaan itu aku masih terus dikelilingi teman dan sahabat, betapapun egoisnya aku. Karena perasaan itu juga aku tahu seperti apa rasanya ingin melihat seseorang bahagia dan ingin selalu melihatnya tertawa.
Cinta harusnya sederhana, kan. Pada siapapun itu ditujukan.
Seperti halnya coklat, cinta juga hanya satu alasan lain untuk bahagia.
No comments:
Post a Comment