Buku, Kopi, Musik, dan Tuhan


Lagi-lagi ya. Aku memang suka sekali dengan gabungan antara meja yang di atasnya ada kopi dan buku. Selain karena aku suka baca dan cinta kopi, yang terbayang setiap melihat gambar semacam ini cuma suasana tenang dan asyik. Nggak ada yang mengganggu, selama satu atau dua jam cuma manggut-manggut baca sambil menyeruput kopi. Hah! Itu hebat dan bikin kecanduan.

Kalau banyak orang memilih jalan-jalan saat stres, aku justru lebih suka sendirian. Bertarung melawan stres sendiri itu bisa jadi semacam terapi. Rasanya semacam melatih menyembuhkan diri sendiri, jadi kalau-kalau mendadak nggak ada orang untuk berbagi, kita masih dan akan baik-baik saja. Aku bukan tipe penyendiri tapi menyukai saat-saat sendiri. Saat sendiri rasanya pikiran lebih tenang, aku bisa memikirkan banyak hal yang nggak sempat kupikirkan saat bersama orang lain. Saat sedang sendiri dan melamun, rasanya semua hal-hal sepele jadi besar dan penting. Berpikir dan berdialog dengan diri sendiri itu melegakan sekaligus menyembuhkan. Aku belajar dari pengalaman, kalau semua orang punya urusan masing-masing dan nggak setiap saat bisa diganggu. Sebagian dari mereka bahkan malas mendengarkan. Aku lebih suka mengandalkan diri sendiri untuk mendengar diriku sendiri. Diriku sendiri bisa membuka tangan selebar-lebarnya untuk dirinya sendiri.

Tentu saja aku butuh orang lain. Aku punya sahabat, teman dekat, teman-teman, dan yang terpenting aku punya keluarga yang hebat. Tapi mereka nggak selalu bisa disusahkan, nggak selalu bisa untuk menyimak dan mendengarkan. Untuk itulah aku mempersiapkan diri sendiri untuk menjadi dokter jiwa untuk diriku sendiri.

Buku, kopi, dan musik. Entah apa jadinya tanpa mereka. 

Dan yang paling bisa membuat senang saat sendiri adalah perasaan lega pribadi. Seakan yang ada dan hadir hanya aku, diriku sendiri, dan Tuhan. Itu saat-saat yang menyenangkan. Seperti duduk sendirian di pinggir air terjun kecil dengan riak yang tenang. Dan hanya Tuhan yang menyaksikan.

No comments:

Post a Comment