Harusnya ini semua mudah dimengerti. Untuk apa punya otak paling sempurna seranah Bumi kalau memikirkan diri sendiri saja ruwetnya setengah mati. Harusnya semua masalah yang memberontak di hati patuh pada otak dan mendengarkan semua logika. Otak kan si pemimpin, letaknya di kepala, dan mengendalikan semua hal, tak terkecuali. Jangankan hati, gerak refleks yang cepatnya tak terhitung itu juga buah perintah otak kedua, yaitu tulang belakang. Bayangkan betapa cepatnya kita menarik tangan saat tersundut api. Betapa cepatnya gerakan menghindar saat terancam. Tapi, kenapa tidak terjadi dengan cinta dan hati?
Ada selanya tersakiti, disakiti, menyakiti, dan kalau cinta hanya berputar seperti itu dengan keji, harusnya otak juga memerintahkan tubuh untuk berhenti. Memerintahkan hati untuk melarikan diri. Tapi hati selalu punya pikiran sendiri. Hati. Halus dan peka, seringnya jadi begitu rapuh dan tolol, meski kadang bisa jadi sekeras harga diri. Hati, yang seperti selalu rela menerima, memberi, dan memaklumi. Hati, yang seperti selalu bisa selalu luruh hanya dengan satu pesan manis.
Kepadamu Hati, kuharap kau selalu hati-hati.
No comments:
Post a Comment